SELAMAT DATANG DI BLOG POETRA MARHAEN

Wednesday, February 9, 2011

Biaya Bahas Perda di Tator Terlalu Kecil

MAKALE, BKM -- Kalangan DPRD Tana Toraja mengklaim biaya pembahasan Peraturan Daerah (Perda) di daerah ini merupakan yang terkecil. Biayanya hanya Rp 37 juta lebih per satu perda
Sementara di daerah lain, pembahasan satu perda menelan anggaran hingga Rp 180 juta. Selain untuk naskah akademik, pembahasan perda juga membutuhkan studi banding. Proses pembahasannya juga harus dilakukan secara cermat, karena yang menikmatinya adalah masyarakat.
''Dengan anggaran pembahasan perda Rp 445 juta selama satu tahun untuk 12 perda, memang terlalu sedikit. Kondisi ini berimplikasi terhadap kualitas perda yang dihasilkan, sehingga sewaktu-waktu harus diubah lagi,'' kata Ketua DPRD Tator, Welem Sambolangi, kemarin.
Ketua Partai Golkar Tator ini menyebut, sekarang ada empat ranperda yang sementara dibahas di DPRD Tator dan sudah masuk tahap pembentukan pansus. Empat ranperda itu adalah pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, serta parkir dan air tanah.
Juga ranperda tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan ranperda rencana tata ruang wilayah, serta ranperda organ dan kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Pembahasan empat ranperda di awal 2011 ini, menurut Welem, merupakan langkah maju bagi DPRD Tana Toraja. Karena jika ranperda ini rampung, berarti tinggal delapan ranperda akan dibahas dari 12 perda ditargetkan. Karena itu Welem optimis target tersebut bisa tercapai.
Ketua Komisi III DPRD Toraja Utara, Selvy Mangiwa yang dihubungi melalui telepon selularnya, menjelaskan pada tahun 2010 lalu DPRD Toraja Utara bahas membahas sekitar 20 perda dengan biaya Rp 300 juta lebih.
Meskipun biaya pembahasannya tergolong rendah, Selvy menjamin kualitas perda yang dihasilkan. ''Toraja Utara merupakan kabupaten termuda di Sulsel, sehingga produk perda merupakan kebutuhan mendesak. Muaranya kepada tatakelola pemerintahan yang good governance dan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel,'' ujarnya.
Koordinator Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Toraja, Muh Jafar menilai ada yang aneh dalam penyusunan personel pansus pembahasan empat ranperda di Tana Toraja. Sebab mantan pimpinan dewan, MT Allorerung yang sudah terpidana dan menjalani hukuman satu tahun penjara di Rutan Makale dan sudah enam bulan tidak berkantor, masuk dalam daftar pansus.
''Padahal sudah jelas pansus dibentuk sesuai kebutuhan, bukan melibatkan semua anggota dewan. Bagaimana dengan mantan pimpinan dewan yang tidak bisa melaksanakan tugas dan masuk pansus, apakah SPPD studi banding dan hak lainnya akan dibayar nantinya,'' kata Jafar dengan nada tanya.
Celah seperti ini, menurut Jafar, hendaknya segera disikapi Inspektorat dan Kejaksaan. Sebab terindikasi ada perbuatan melawan hukum.

No comments:

Post a Comment